Apa yang ada di benak anda ketika mendengar kata sastrawan? Ketika mendengar kata sastrawan yang pertama kali dipikirkan pasti adalah seseorang yang mampu menghasilakn sebuah karya tulis dalam bentuk puisi, sajak, dan lain sebagainya.
Indonesia memiliki banyak sastrawan yang sangat berbakat. Bahkan beberapa diantara mereka sampai digemari oleh masyarakat di luar negeri. Oleh karena itu, tidak heran jika sastrawan Indonesia bahkan bisa dikenal sampai ke berbagai penjuru dunia.
Warga Indonesia pasti tahu dan mengetahui beberapa karya dan nama sastrawan yang terkenal meskipun beliau sudah tiada. Karyanya tetap bisa dinikmati bahkan sampai ke beberapa generasi yang selanjutnya.
Kali ini, akan membahas 3 sastrawan Indonesia yang cukup terkenal. Sastrawan yang pertama adalah Sutan Takdir Alisjahbana. Beliau lahir di Natal, daerah Sumatera Utara pada tanggal 11 Februari 1908.
Selain sebagai sastrawan, beliau juga seorang ahli dalam pakar tata Bahasa Indonesia. Sangat hebat bukan? Memang beliau dikenal sebagai orang yang sangat hebat.
Ada buku roman pertama yang dibuat oleh beliau dan sampai saat ini masih dikenal oleh beberapa masyarakat dengan judul Tidak putus Dilanda Malang. Buku tersebut diterbitkan di tempat beliau bekerja saat itu, yaitu di Balai Pustaka.
Kemudian, sastrawan yan kedua adalah Mochtar Lubis. Mochtar Lubis lahir di Padang daerah Sumatera Barat pada tanggal 7 Maret 1922. Beliau wafat pada tanggal 2 Juli 2004 di usianya yang ke 82 tahun.
Sampai usia tua dan pada akhirnya wafat, Mochtar Lubis tetap banyak berkarya. Beliau merupakan seorang jurnalis yang sangat terkenal. Selain itu juga sebagai pengarang terkenal.
Mochtar Lubis memiliki julukan yang sangat unik yaitu Granit. Julukan tersebut diberikan oleh suatu kelompok Seseupuh Pers yang ada di Indonesia.
Alasan dari pemberian julukan tersebut karena Mochtar Lubis merupakan seseorang yang memiliki keberanian yang tinggi dan juga idealisme dalam berbagai hal.
Beliau sempat menjadi pemimpin koran di negeri ini. Koran tersebut bernama Indonesia Raya. Anak muda zaman sekarang pasti banyak yang tidak mengetahui nama koran tersebut.
Karena memang keberadannya ketika zaman kepresidenan Soekarno dan Soeharto. Pada masa itu, apa yang beliau muat dan tuliskan di dalam koran tersebut dianggap tidak sejalan dengan penguasa negara pada masa itu.
Bahkan, sempat juga dilarang terbit karena sangat mewakili semangt warga Indonesia yang tidak pernah lemah untuk mencapai kemerdekaan.
Sastrawan yang selanjutnya kali ini adalah Pramoedya Ananta Toer. Adakah yang masih mengenal nama sastrawan tersebut? Pasti banyak orang yang masih mengenalnya.
Karena Pramoedya Ananta Toer sempat menjadi sastrawan yang besar di Indonesia. Bahkan, banyak karyanya yang sangat fenomenal. Beliau juga menjadi salah satu sastrawan yang sangat produktif dibandingkan dengan beberapa sastrawan yang lainnya.
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 6 Februari 1925. Dulunya, ia menempuh pendidikan di Sekolah Institut Budi Utomo yang berada di daerah Blora.
Ayah dari Pramoedya merupakan seorang guru yang bekerja di tempat ia bersekolah. Akan tetapi, ternyata Pramoedya juga memiliki sejarah yang buruk yaitu memiliki catatan pernah tidak naik kelas.
Pramoedya pun juga pernah menjadi seorang tukang ketik di sebuah Kantor Berita Jepang yang saat itu bernama Domei. Pada masa itu, Indonesia masih dibawah kekuasaan Jepang. Sehingga banyak berdiri beberapa kantor milik Jepang.